Latar Belakang Instruksi Presiden
Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2025 menjadi tonggak penting dalam menata ruang di kawasan Enggano dan Pulau Baai, Bengkulu. Kedua wilayah ini memiliki permasalahan berbeda yang memerlukan pendekatan solutif dan berkelanjutan. Pemerintah pusat menilai langkah tersebut penting untuk memperkuat kedaulatan sekaligus mendukung pembangunan daerah.
Pulau Enggano selama ini menghadapi persoalan keterisolasian yang berdampak pada akses layanan dasar serta distribusi ekonomi. Kondisi geografis yang terpencil membuatnya sulit terhubung dengan pusat pertumbuhan. Sedangkan Pulau Baai, meski strategis sebagai pelabuhan, terkendala persoalan tata ruang untuk mendukung aktivitas logistik.
Dalam rapat evaluasi di Bengkulu, Wakil Menteri ATR/BPN, Ossy Dermawan, menegaskan perlunya penataan ruang yang terarah. Penataan tata ruang diyakini mampu menjawab tantangan strategis sekaligus memperkuat peran wilayah dalam kerangka pembangunan nasional.
Kerangka Regulasi Tata Ruang
Provinsi Bengkulu telah menyiapkan landasan regulasi tata ruang yang cukup lengkap. Melalui Perda Nomor 3 Tahun 2023, provinsi sudah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sementara itu, Kota Bengkulu telah lebih dahulu menetapkan Perda RTRW Nomor 4 Tahun 2021 sebagai acuan pembangunan kota.
Kabupaten Bengkulu Utara masih menggunakan Perda RTRW Nomor 11 Tahun 2015. Namun, aturan ini sedang direvisi agar lebih sesuai dengan dinamika kebutuhan tata ruang saat ini. Revisi tersebut diharapkan mampu mengakomodasi perkembangan sektor maritim, transportasi, dan pariwisata.
Menurut Kementerian ATR/BPN, langkah selanjutnya adalah mempercepat penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Dokumen teknis ini akan menjadi acuan implementasi yang lebih konkret, termasuk mengatur zonasi dan pemanfaatan ruang sesuai karakteristik wilayah.
Isu Strategis Kawasan Perbatasan
Pulau Enggano dan Pulau Baai masuk dalam rancangan Perpres tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara (KPN) di laut lepas. Draft regulasi ini telah selesai proses harmonisasi pada awal 2025 dan segera ditetapkan. Status tersebut memperkuat posisi keduanya sebagai kawasan strategis nasional.
Tiga isu utama yang menjadi sorotan dalam dokumen KPN adalah degradasi lingkungan pesisir, kerentanan bencana di pulau kecil, serta keterisolasian masyarakat. Ketiga hal ini dinilai dapat melemahkan kedaulatan dan kesejahteraan bila tidak segera ditangani secara sistematis.
Rancangan Perpres menekankan pada prinsip keseimbangan antara fungsi lindung dan pembangunan ekonomi. Dengan demikian, kawasan perbatasan dapat tetap utuh, berdaulat, sekaligus berdaya saing secara regional maupun internasional.
Arah Kebijakan dan Tindak Lanjut
Dalam rapat yang dipimpin Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, pemerintah pusat memberi arahan lanjutan. ATR/BPN diminta menyiapkan dukungan teknis penyusunan RDTR Enggano, sejalan dengan program afirmasi dalam RPJMN 2025–2029.
Konektivitas antara Pulau Baai dan Pulau Enggano menjadi salah satu fokus penting. Pengaturan alur pelayaran, penyeberangan antar-kluster Bengkulu, serta penanganan sedimentasi di muara sungai menjadi bagian dari agenda perencanaan ruang. Semua faktor ini saling terkait dengan kelancaran transportasi dan distribusi logistik.
Pemerintah menegaskan, penataan tata ruang bukan hanya soal teknis administrasi, melainkan instrumen strategis pembangunan wilayah. Implementasi kebijakan ini diharapkan mampu menurunkan ketimpangan, memperkuat kemandirian daerah, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bengkulu.

