Latar Belakang Kasus
Pada Mei 2025, Kejaksaan Agung, melalui Jaksa Agung Muda bidang Pidana Militer (JAMPidmil), menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan user terminal satelit di slot orbit 123° Bujur Timur (BT) Kemenhan tahun 2016.
Tersangka adalah Laksamana Muda TNI (Purn) Leonardi selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Anthony Thomas Van Der Hayden (tenaga ahli satelit), dan Gabor Kuti (CEO Navayo International AG).
Kejaksaan menaksir kerugian negara mencapai sekitar Rp 300 miliar, berdasarkan kurs saat itu sekitar Rp 15.000 per USD. Penetapan tersangka ini menjadi bagian dari penanganan klaster kedua kasus satelit Kemhan yang masih terus dikembangkan.
Dasar Gugatan Praperadilan Leonardi
Prosedural dan Teknis Hukum
Tim kuasa hukum Leonardi mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 16 Juli 2025, dengan nomor perkara 85/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. Gugatan dilayangkan karena penetapan status tersangka dianggap prematur, tidak berdasar hukum, dan melanggar prinsip due process of law.
Sengketa Kerugian Negara
Dalam argumennya, kuasa hukum menegaskan tidak terdapat kerugian negara yang nyata atau realisasi pembayaran dari Kemhan atas invoice yang diajukan Navayo International AG. Sebagai acuan, Putusan MK No. 25/PUU‑XIV/2016.
Menyaratkan bahwa kerugian negara harus nyata, pasti, dan aktual, bukan sekadar potensi atau estimasi. Audit BPKP memang mencatat potensi kewajiban terhadap Navayo, tapi belum pernah terjadi pembayaran yang terealisasi.
Peran Leonardi dalam Proyek
Tim kuasa hukum juga menegaskan bahwa Leonardi bukanlah pengambil kebijakan utama, pengguna anggaran, atau penentu pemenang kontrak. Tugasnya hanya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang bertindak sesuai instruksi atasan.
Ia juga disebut sempat menginisiasi adendum kontrak dan menghentikan pengiriman barang sejak awal 2017 sebagai tindakan korektif.
Analisis dan Implikasi
Prosedural Hukum dan Prinsip Akuntabilitas
Dari perspektif hukum tata negara dan teknis, gugatan praperadilan menawarkan ujian atas legitimasi penetapan tersangka. Jika benar penetapan dilakukan tanpa bukti yang memadai atau melewati prosedur hukum dasar, maka praperadilan akan menjadi instrumen penting menegakkan prinsip keadilan formal.
Evaluasi Kerugian Negara
Debat antara potensi versus realisasi kerugian negara menjadi titik sentral. Jika memang tidak ada pengeluaran negara secara aktual, maka dasar penetapan tersangka terkait kerugian negara akan dilemahkan.
Namun, audit BPKP mengindikasikan adanya potensi kewajiban besar, termasuk risiko kewajiban arbitras internasional, yang pula menjadi perhatian publik.
Dampak bagi Penegakan Hukum di Sektor Pertahanan
Gugatan Leonardi ini dapat menjadi test case bagi transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus korupsi di sektor pertahanan terutama proyek dengan kompleksitas tinggi seperti satelit. Keputusan praperadilan ini amat ditunggu sebagai preseden prosedural dan materiil dalam menangani dugaan korupsi serupa.

