Menelisik Modus dan Dampak dari 212 Merek Beras Berpotensi Curang

 

Menelisik Modus dan Dampak dari 212 Merek Beras Berpotensi Curang

Latar Belakang Anomali Harga dan Penyelidikan Awal

Sebagai seorang pakar keamanan pangan, saya mencermati anomali harga beras yang terjadi belakangan ini. Dalam beberapa bulan terakhir, harga gabah dan beras di petani serta penggilingan tercatat turun. Namun anehnya, harga jual di tingkat konsumen tetap tinggi dan bahkan cenderung naik drastis. 

Kondisi ini memunculkan kecurigaan dari Kementerian Pertanian terhadap kemungkinan adanya praktik manipulatif di rantai distribusi. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman kemudian memerintahkan penyelidikan dan pengambilan sampel produk.

Proses Pengawasan dan Pemeriksaan Laboratorium

Pengumpulan Sampel 268 Merek di 10 Provinsi

Kementan bersama Satgas Pangan, Polri, Bapanas, dan Kejaksaan melakukan inspeksi di sepuluh provinsi utama penghasil beras. Sebanyak 268 merek beras diambil sebagai sampel untuk diuji di laboratorium independen. 

Pemeriksaan laboratorium dilakukan sejak tanggal 6 hingga 23 Juni 2025 di tiga belas laboratorium terverifikasi, termasuk milik Sucofindo. Tujuannya adalah untuk memverifikasi kesesuaian mutu dan volume kemasan dengan standar nasional. Setiap merek diuji dari sisi kadar air, kebersihan, serta keaslian jenis beras.

Penilaian Mutu dan Volume

Hasil investigasi menunjukkan bahwa 212 dari 268 merek beras tidak memenuhi ketentuan mutu nasional. Beberapa di antaranya memalsukan label mutu dengan mengoplos beras medium atau curah menjadi premium. 

Ditemukan pula pelanggaran isi kemasan, seperti beras lima kilogram yang ternyata hanya berisi 4,5 kilogram. Praktik ini bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi juga melanggar peraturan perdagangan dan perlindungan konsumen. Tindak lanjut diperlukan untuk mengusut pihak-pihak yang bertanggung jawab.

Bentuk Pelanggaran dan Modus Operandi

Oplosan Mutu dan Penipuan Label

Modus utama pelanggaran adalah mengoplos beras kualitas rendah dan memasarkannya dengan label premium. Strategi ini menyesatkan konsumen karena harga jual tidak mencerminkan mutu sesungguhnya. Para pelaku memanfaatkan celah regulasi dan lemahnya pengawasan di pasar ritel. 

Akibatnya, beras bermutu rendah dikemas dengan desain profesional dan distribusi masif. Konsumen tidak sadar bahwa mereka telah membeli produk yang jauh dari standar kualitas yang dijanjikan.

Berkurangnya Berat Bersih

Pelanggaran lain yang cukup mencolok adalah pengurangan isi kemasan beras secara sistematis. Dalam kemasan lima kilogram, isi riil bisa berkurang setengah kilogram atau lebih. Hal ini tentu merugikan konsumen yang tidak sempat atau tidak mampu menimbang ulang setiap pembelian. 

Praktik semacam ini menunjukkan niat buruk dalam proses produksi dan distribusi. Bila dibiarkan, potensi kerugiannya akan terus meningkat dan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pasar pangan.

Dampak Ekonomi bagi Konsumen

Kerugian Konsumen Rp99 Triliun per Tahun

Dengan asumsi selisih harga antara kualitas medium dan premium mencapai Rp2.000 hingga Rp4.000 per kilogram, dampaknya signifikan. Bila dikalikan dengan total konsumsi nasional yang mencapai jutaan ton per tahun, maka potensi kerugian konsumen bisa mencapai Rp99 triliun. 

Angka ini berasal dari pembayaran berlebih atas produk yang seharusnya lebih murah atau lebih berkualitas. Konsumen yang menjadi korban paling terdampak adalah dari kelompok ekonomi menengah ke bawah. Kondisi ini membutuhkan respon serius dari seluruh pemangku kebijakan pangan nasional.

Tindak Lanjut dan Respons Pemerintah

Pemanggilan Produsen dan Koordinasi Hukum

Kementerian Pertanian segera memanggil 212 perusahaan pemilik merek beras yang terindikasi bermasalah. Mereka diminta untuk memberikan klarifikasi serta diberi peringatan keras atas pelanggaran yang terjadi. 

Proses hukum juga dilanjutkan melalui koordinasi dengan Kapolri dan Jaksa Agung. Pemerintah menegaskan tidak akan mentoleransi upaya manipulasi pangan yang merugikan publik. Langkah hukum ini diharapkan memberikan efek jera bagi para pelaku industri nakal.

Pengawasan Standar dan Penegakan Regulasi

Kementan mengingatkan semua produsen untuk mengikuti standar SNI 6128:2020 dan ketentuan label berdasarkan Permentan Nomor 31 Tahun 2017. Produsen wajib menjamin kesesuaian antara isi kemasan dengan label mutu yang tercantum. 

Pemerintah juga akan memperketat pengawasan berkala di titik distribusi dan ritel. Satgas Pangan diinstruksikan untuk meningkatkan intensitas sidak dan audit mutu produk. Ketegasan dalam penegakan aturan menjadi kunci pencegahan ke depan.

Rekomendasi Penguatan Tata Kelola Pangan

Normalisasi Harga dan Transparansi Rantai Distribusi

Stok cadangan beras pemerintah saat ini diklaim berada pada kisaran 3 hingga 4 juta ton. Ketersediaan ini seharusnya mampu menekan harga jika distribusi berjalan lancar dan efisien. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa distribusi masih rentan praktik manipulatif. 

Pemerintah perlu mendorong transparansi data distribusi dan pelacakan logistik dari hulu ke hilir. Solusi teknologi seperti sistem barcode atau QR code di kemasan dapat menjadi penguat integritas distribusi.

Optimalisasi Pengawasan Laboratorium

Keberadaan 13 laboratorium yang dilibatkan menunjukkan model verifikasi berbasis pihak ketiga sangat efektif. Pemerintah disarankan memperkuat jejaring laboratorium dan meningkatkan kapasitas teknologinya. 

Dengan sistem pengujian terpadu dan transparan, celah kecurangan bisa diminimalkan. Hasil pengujian perlu dijadikan acuan tetap dalam sistem pengawasan distribusi pangan nasional. Kolaborasi antara negara, swasta, dan masyarakat sipil akan memperkuat ekosistem pangan yang sehat dan adil.

Lebih baru Lebih lama

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya
Berita Amanah dan Terpeercaya

نموذج الاتصال