Israel dan Amerika Serikat Tidak Selalu Sepakat
Pernyataan tegas disampaikan Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, usai kritik keras datang dari Washington. Menurutnya, Israel memang menjalin kerja sama erat dengan Amerika Serikat, tetapi keputusan strategis pertahanan tidak selalu sejalan dengan kepentingan sekutunya. Ia menegaskan Israel memiliki mandat untuk bertindak demi keamanan nasionalnya.
Danon menambahkan bahwa koordinasi dengan Amerika tetap berjalan baik, namun bukan berarti seluruh operasi harus disetujui Gedung Putih. Dalam kasus serangan ke Doha, Israel terlebih dahulu memutuskan langkah militer lalu memberi pemberitahuan kepada AS. Sikap ini menegaskan independensi Israel dalam menentukan kebijakan keamanan.
Meski Trump secara terbuka menyampaikan keberatan, Danon menilai operasi ini tepat sasaran. Ia berpendapat bahwa kritik dari Amerika tidak akan mengubah prinsip Israel dalam menghadapi organisasi yang dianggap teroris. Hal tersebut mencerminkan perbedaan kepentingan dua negara meski hubungan bilateral tetap kuat.
Alasan Israel Menyerang di Wilayah Qatar
Israel mengklaim operasi di Qatar sepenuhnya ditujukan pada kelompok Hamas, bukan negara tuan rumah. Danon menyatakan serangan ini murni menargetkan basis kelompok militan yang dianggap ancaman langsung bagi Israel. Qatar sendiri disebut tidak menjadi musuh dalam tindakan militer tersebut.
Penekanan ini penting untuk menghindari kesan Israel berkonflik dengan Qatar. Menurut Danon, operasi difokuskan pada struktur Hamas yang selama ini beroperasi dari luar Gaza, termasuk di Doha. Israel melihat keberadaan pimpinan Hamas di Qatar sebagai faktor strategis yang memerlukan respons tegas.
Dengan serangan ini, Israel ingin menunjukkan bahwa jangkauan militernya melampaui batas teritorial musuh tradisional. Operasi di luar Gaza juga memberi sinyal bahwa perlindungan bagi pemimpin Hamas di negara lain tidak menjamin keselamatan mereka. Ini merupakan pesan simbolis sekaligus strategis.
Dampak Serangan terhadap Hamas dan Qatar
Menurut keterangan Hamas, serangan di Doha menewaskan sedikitnya enam orang, termasuk kerabat dari salah satu negosiator utama mereka, Khalil al-Hayya. Meski demikian, para pimpinan senior Hamas dilaporkan selamat dari serangan tersebut. Hal ini menunjukkan target utama kemungkinan besar meleset dari rencana awal Israel.
Qatar merespons dengan kecaman keras terhadap tindakan Israel. Pemerintah menyebut serangan itu melanggar kedaulatan dan mengancam stabilitas keamanan dalam negeri. Selain korban dari pihak Hamas, otoritas Qatar juga melaporkan satu personel pasukan keamanan internal meninggal dunia.
Bagi Qatar, insiden ini bukan sekadar tragedi, tetapi juga pukulan diplomatik yang melibatkan hubungan dengan sekutu Barat. Negara itu selama ini menjadi tuan rumah berbagai negosiasi regional, termasuk mediasi konflik Palestina. Serangan Israel dapat menimbulkan tekanan politik baru bagi posisi Qatar di kawasan.
Ketegangan Regional dan Implikasi Diplomatik
Kecaman Qatar dan sikap kritis Amerika menunjukkan bahwa serangan ini berpotensi memperlebar jarak diplomatik. Israel, meski mengklaim operasi murni antiteror, kini menghadapi konsekuensi geopolitik lebih besar. Keputusan menyerang di luar wilayah konflik tradisional memicu pertanyaan mengenai batas legitimasi militer.
Dalam jangka pendek, insiden ini dapat memperkeruh hubungan antara Israel, Qatar, dan Amerika. Meski AS tetap mendukung Israel secara umum, teguran publik dari Presiden Trump jarang terjadi dan memberi sinyal adanya ketegangan politik. Israel tampaknya siap menerima risiko tersebut demi menunjukkan konsistensi melawan Hamas.
Secara regional, operasi ini berpotensi memicu eskalasi baru di Timur Tengah. Hamas tentu tidak akan diam, sementara Qatar bisa memperkuat posisi sebagai pihak yang menolak intervensi militer. Serangan tersebut memperlihatkan bahwa dinamika politik regional masih sangat rapuh dan penuh potensi konflik berlapis.

