Rekaman Alam Juga Termasuk Hak Terkait Royalti
Kicauan burung yang terdengar alami ternyata bukanlah “bebas royalti” jika telah direkam dan diputar kembali di tempat umum. Dalam konteks hukum hak cipta di Indonesia, suara alam atau perhatian seperti gemericik air dan burung berkicau menjadi objek hak terkait bila direkam.
Artinya, siapa pun yang menggunakan rekaman tersebut misalnya di kafe atau resto harus tetap membayar royalti kepada pihak pemegang hak atas rekaman tersebut.
Standar Royalti atas Rekaman Alam di Tempat Usaha
Hukum dan Skema Pembayaran
Menurut Dewan Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), setiap bentuk suara yang direkam merupakan hasil produksi fonogram yang memiliki hak terkait. Oleh karena itu, penggunaan suara burung tetap memicu kewajiban membayar royalti.
Lebih lanjut, Sekretaris Asosiasi Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menegaskan bahwa bahkan suara alam pun tidak membuat pelaku usaha terbebas dari tanggung jawab hukum. Mereka tetap diwajibkan membayar royalti jika merekamnya dan memutarnya di ruangan publik.
Kritik dan Tantangan Pelaku Usaha
Pelaku usaha terutama di sektor kecil dan menengah mengeluhkan kurangnya kejelasan regulasi dan prosedur teknis pembayaran royalti.
Aturan yang dianggap masih samar tersebut justru menambah beban, di samping pajak daerah dan nasional yang sudah ada. Beberapa pengusaha khawatir adanya sanksi atau tuntutan hukum jika tidak memahami sepenuhnya kewajiban royalti ini.
Menuju Sistem Royalti yang Transparan dan Fleksibel
Sistem Blanket License dan Rencana Sistem SILM
Saat ini, royalti diterapkan melalui sistem blanket license, yaitu skema tarif tetap tidak bergantung pada jumlah atau durasi pemutaran musik atau suara. Jadi, baik diputar banyak maupun sedikit, tetap wajib membayar penuh.
Namun demikian, tengah dirancang sistem baru melalui Song and Music Information Center (SILM), yang diharapkan bisa menghitung royalti berdasarkan konten yang benar-benar diputar mirip model seperti pada karaoke sehingga membayar lebih adil.
Tuntutan Transparansi dan Edukasi
Beberapa pihak dari asosiasi daerah mendesak agar LMKN dan instansi terkait menerapkan kebijakan secara transparan dan melakukan edukasi lebih luas kepada pelaku usaha. Hal ini penting untuk menciptakan pemahaman hukum yang baik tanpa menimbulkan ketegangan atau ketidakpastian.

