Ketegangan Diplomatik atas Istilah Maritim
Sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat, kali ini dipicu oleh perbedaan penamaan kawasan maritim. Pihak Indonesia merujuk wilayah tersebut sebagai Ambalat, sementara Malaysia bersikeras menyebutnya bagian dari Laut Sulawesi.
Ketegangan ini bukan semata urusan nomenklatur, tetapi menyangkut klaim atas hak kedaulatan yang bernilai strategis dan ekonomis. Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyatakan bahwa penyelesaian damai menjadi prioritas utama dalam menangani sengketa ini.
Menurutnya, kedua negara memiliki iktikad baik untuk mencari solusi tanpa menimbulkan konflik lebih jauh. Prabowo menekankan pentingnya penyelesaian yang mengedepankan dialog serta pendekatan diplomatis yang rasional.
Langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk menghindari eskalasi ketegangan di kawasan ASEAN. Dengan hubungan bilateral yang kuat dan kerja sama yang telah lama terjalin, penyelesaian damai menjadi fondasi penting menjaga stabilitas regional.
Posisi Tegas Malaysia terhadap Klaim Ambalat
Di sisi lain, Malaysia tetap teguh dengan posisinya terkait wilayah tersebut. Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad Hasan, secara terbuka menyatakan bahwa istilah Ambalat tidak sesuai dan tidak diakui oleh pemerintahannya.
Dalam pernyataan resminya, ia menegaskan wilayah yang disengketakan masuk dalam cakupan Blok ND-6 dan ND-7 yang menjadi bagian dari Laut Sulawesi. Menurut Mohamad Hasan, penggunaan istilah Ambalat oleh Indonesia dianggap tidak tepat karena mencampurkan konteks geografis dan hukum internasional.
Malaysia mengklaim bahwa wilayah tersebut berada dalam batas kedaulatan yang telah ditetapkan, dan dilindungi oleh putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada tahun 2002. Putusan itu sebelumnya memang memperkuat klaim Malaysia atas Pulau Sipadan dan Ligitan, yang berdekatan dengan kawasan tersebut.
Dengan merujuk pada kerangka hukum internasional, Malaysia berupaya meneguhkan legalitas klaimnya di mata dunia. Hal ini menjadi strategi diplomasi hukum yang penting dalam menjaga posisi strategis di kawasan perairan kaya sumber daya tersebut.
Jalan Tengah Melalui Diplomasi Regional
Penyelesaian sengketa semacam ini membutuhkan pendekatan komprehensif yang mencakup aspek hukum, diplomasi, dan strategi keamanan. Kedua negara perlu menjaga komunikasi terbuka, tidak hanya di level kepala negara tetapi juga melalui mekanisme kerja sama bilateral dan forum ASEAN.
Transparansi data geografis dan bukti hukum akan menjadi alat penting untuk negosiasi. Sebagai negara tetangga yang saling bergantung, Indonesia dan Malaysia berkepentingan besar menjaga hubungan baik di tengah perbedaan perspektif.
Pendekatan konfrontatif hanya akan memperburuk situasi, sementara dialog terbuka memberikan ruang untuk kompromi dan solusi inovatif. Penyelesaian sengketa wilayah ini dapat menjadi preseden positif dalam tata kelola maritim Asia Tenggara.
Sementara itu, para analis hukum internasional menilai bahwa penting bagi Indonesia untuk memperkuat diplomasi berbasis bukti historis dan teknis. Kajian terhadap batas maritim berdasarkan UNCLOS serta peta historis yang relevan akan membantu memperjelas posisi Indonesia tanpa menimbulkan ketegangan baru.

