Stunting Nasional Tembus Bawah 20 %, Namun 10 Provinsi Masih Jadi Sorotan

 

Stunting Nasional Tembus Bawah 20

Capaian Nasional: Indonesia Akhirnya Lampaui Target WHO

Indonesia mencatat kemajuan penting dalam penanganan stunting. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024, prevalensi stunting nasional berhasil ditekan menjadi 19,8 %. 

Ini adalah pertama kalinya Indonesia berhasil menembus ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu di bawah 20 %.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa penurunan ini bukan hanya statistik semata. Capaian ini berarti sekitar 337.000 anak Indonesia berhasil terhindar dari stunting, jumlah yang melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 325.000 anak.

Meski begitu, pemerintah belum boleh berpuas diri. Target RPJMN 2025 adalah menurunkan stunting hingga 18,8 %, dan target jangka panjang untuk 2029 bahkan lebih ambisius, yakni 14,2 %.

10 Provinsi Masih Tinggi, Timur Indonesia Mendominasi

Di balik pencapaian nasional yang membanggakan, terdapat kenyataan bahwa 10 provinsi masih menunjukkan angka stunting di atas rata-rata. Provinsi-provinsi tersebut didominasi wilayah Indonesia bagian tengah dan timur, dengan Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat prevalensi tertinggi sebesar 37 %.

Selain NTT, provinsi lain yang menempati posisi atas adalah Sulawesi Barat (35,4 %), Papua Barat Daya (30,5 %), Nusa Tenggara Barat (29,8 %), Aceh (28,6 %), Maluku (28,4 %), Kalimantan Barat (26,8 %), Sulawesi Tengah (26,1 %), Sulawesi Tenggara (26,1 %), dan Papua Selatan (25,7 %).

Mengapa Stunting Masih Tinggi? Ini Akar Permasalahannya

Beberapa penyebab utama masih tingginya angka stunting di daerah tertentu antara lain kemiskinan struktural, akses terbatas terhadap layanan kesehatan, dan sanitasi yang buruk. Menurut Prof. Asnawi Abdullah dari Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), anak dari keluarga miskin (kuintil 1) memiliki risiko dua kali lebih tinggi mengalami stunting dibanding anak dari keluarga kaya (kuintil 5).

Selain itu, rendahnya edukasi gizi ibu hamil dan balita, serta masih terbatasnya intervensi gizi spesifik di daerah-daerah terpencil turut memperparah situasi. Banyak daerah yang masih belum memiliki infrastruktur memadai seperti posyandu aktif, akses air bersih, atau alat pengukuran antropometri yang akurat.

Strategi Intervensi: Pendekatan Lokal dan Terpadu

Mengatasi stunting membutuhkan pendekatan yang holistik dan berbasis konteks lokal. Pemerintah telah menetapkan pendekatan intervensi gizi spesifik dan sensitif melalui kolaborasi multisektor, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021.

Intervensi Spesifik

  • Pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri dan ibu hamil

  • Pemeriksaan rutin selama kehamilan, termasuk skrining anemia dan malnutrisi

  • Imunisasi lengkap dan pencegahan infeksi

  • Pemantauan pertumbuhan dan pemberian Makanan Tambahan (PMT)

Intervensi Sensitif

  • Peningkatan akses air bersih dan sanitasi layak

  • Pemberdayaan posyandu dan pelatihan kader kesehatan

  • Edukasi ASI eksklusif dan MP-ASI bergizi

  • Penguatan program perlindungan sosial keluarga rentan

Tantangan Nasional: Ketimpangan dan Keterbatasan Sumber Daya

Meskipun strategi nasional telah dijalankan, masih ada tantangan besar di tingkat daerah. Ketimpangan antarwilayah dalam hal alokasi anggaran, sumber daya manusia, serta komitmen politik kepala daerah, kerap menjadi kendala dalam implementasi program stunting.

Selain itu, Indonesia kini menghadapi beban gizi ganda—stunting dan obesitas pada anak. Ini menuntut kebijakan gizi yang lebih adaptif, yang tidak hanya berfokus pada kekurangan gizi, tapi juga kelebihan konsumsi makanan tidak sehat.

Lebih baru Lebih lama

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya
Berita Amanah dan Terpeercaya

نموذج الاتصال