Rehabilitasi, Bukan Penjara: Pendekatan Kesehatan untuk Pecandu Seperti Fariz RM

 

Rehabilitasi, Bukan Penjara: Pendekatan Kesehatan untuk Pecandu Seperti Fariz RM

Latar Belakang Kasus

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 10 Juli 2025, Komjen Pol. (Purn.) Anang Iskandar hadir sebagai saksi ahli dalam kasus penyalahgunaan narkotika yang menjerat musisi senior Fariz RM. 

Ini merupakan kali keempat Fariz terseret dalam kasus serupa, menggambarkan ketergantungannya yang belum tuntas ditangani. Anang menegaskan bahwa Fariz adalah seorang pecandu, bukan pelaku kriminal yang layak dipenjara. 

Pernyataan ini menegaskan bahwa sistem peradilan pidana tidak bisa disamakan untuk pelaku kriminal dan pecandu narkoba. Dalam perspektif kesehatan masyarakat, pecandu adalah pasien yang membutuhkan perawatan, bukan penghukuman.

Pendekatan Kesehatan vs. Kriminalisasi

Pecandu adalah Pasien

Anang Iskandar menekankan bahwa pecandu narkotika tidak melakukan kejahatan dengan niat merugikan pihak lain. Pecandu seperti Fariz RM menggunakan zat adiktif semata-mata untuk menghindari sakau yang sangat menyiksa tubuh dan jiwa. 

Dalam penjelasannya, Anang menyatakan bahwa saat sakau, otak pecandu bekerja hanya untuk mencari cara menghilangkan rasa sakit. Mereka tidak berpikir merampok, mencuri, atau melukai orang lain mereka hanya ingin merasa normal kembali. 

Oleh karena itu, memperlakukan mereka sebagai kriminal sama saja dengan mengabaikan aspek medis dari kecanduan itu sendiri.

Beban Ekonomi Sistem Pidana

Saksi ahli juga menyoroti tingginya biaya yang harus ditanggung negara jika pecandu dipidana, termasuk biaya persidangan, pemeliharaan narapidana, dan pembangunan serta operasional lembaga pemasyarakatan. 

Rehabilitasi justru menjadi alternatif yang lebih efisien dari segi anggaran negara. Selain itu, pendekatan rehabilitasi dapat mengurangi overkapasitas lapas yang kini menjadi persoalan nasional. 

Dengan menjadikan pecandu sebagai pasien, negara dapat mengalokasikan sumber daya ke area yang lebih produktif. Model ini juga mendukung pemulihan sosial dan ekonomi secara berkelanjutan.

Harapan dan Realitas Proses Hukum

Kuasa Hukum Dorong Rehabilitasi

Kuasa hukum Fariz RM, Deolipa Yumara, menyampaikan bahwa kliennya memiliki tekad kuat untuk pulih sepenuhnya dari ketergantungan narkotika. Fariz menyadari bahwa dirinya belum sembuh total dan membutuhkan penanganan lanjutan dalam bentuk rehabilitasi. 

Menurut Deolipa, proses hukum yang dihadapi Fariz seharusnya mempertimbangkan aspek medis sebagai dasar utama keputusan. Ia menambahkan bahwa memenjarakan pecandu hanya akan memperparah kondisi mental dan memperbesar risiko kambuh. 

Oleh karena itu, tim kuasa hukum berharap pengadilan mengambil keputusan yang manusiawi dan proporsional.

Peran Asesmen Medis dalam Putusan

Dalam sistem hukum Indonesia, hakim diwajibkan mempertimbangkan hasil asesmen medis dari Badan Narkotika Nasional sebelum menjatuhkan vonis terhadap pecandu narkotika. 

Bila hasil asesmen menyatakan bahwa terdakwa merupakan pecandu dan memerlukan perawatan, maka rehabilitasi menjadi pilihan yang wajib. Anang Iskandar menekankan bahwa hal ini bukan soal belas kasihan, tetapi kewajiban hukum yang harus ditaati. 

Dengan dasar tersebut, pengadilan dapat berperan aktif dalam menyembuhkan masyarakat, bukan sekadar menghukum. Ini menjadi langkah konkret dalam menjadikan hukum sebagai alat rehabilitasi sosial, bukan pembalasan.

Profil Fariz RM dan Rangkaian Kasus

Fariz RM ditangkap pada 18 Februari 2025 di wilayah Bandung, Jawa Barat. Dari hasil penangkapan, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa sabu dan ganja dalam jumlah kecil. Fariz dijerat dengan Pasal 112 dan Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 

Meski demikian, seluruh barang bukti mengarah pada konsumsi pribadi, bukan peredaran. Fariz juga dikenal sebagai pengguna lama yang mengaku lebih memilih menggunakan narkoba dibandingkan makan, menunjukkan kondisi kecanduan kronis yang berat.

Pendekatan Dual: Hukum dan Kesehatan

Dukungan dari Sudut Psikiatri dan Kriminologi

Para ahli sepakat bahwa pecandu seperti Fariz memerlukan intervensi medis yang intensif, bukan penghukuman. Pendekatan yang melibatkan psikiater, psikolog, dan konselor adiksi diyakini lebih efektif dalam membantu pasien lepas dari ketergantungan. 

Hal ini juga meminimalkan potensi relaps yang kerap terjadi pasca-penahanan. Dalam banyak kasus, rehabilitasi terbukti meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengembalikan produktivitas sosialnya. Oleh karena itu, sistem hukum seharusnya bertransformasi menjadi sistem pemulihan berbasis kesehatan.

Manfaat Sosial Jangka Panjang

Rehabilitasi tidak hanya menyelamatkan individu, tetapi juga mengurangi beban sosial dan kriminalitas yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba. Jika negara konsisten menerapkan pendekatan ini, maka angka residivisme pecandu akan menurun drastis. 

Masyarakat pun akan lebih terbuka menerima mantan pecandu yang telah melewati proses pemulihan. Model ini telah sukses diterapkan di banyak negara maju dengan hasil signifikan. 

Indonesia perlu mencontoh kebijakan berbasis bukti ilmiah ini untuk menghasilkan kebijakan publik yang lebih manusiawi dan efisien.

Jalan untuk Pulih

Kasus Fariz RM adalah contoh nyata bahwa pendekatan pemidanaan tidak selalu menjadi solusi terbaik. Melalui saksi ahli, masyarakat diingatkan bahwa hukum juga harus berpihak pada penyembuhan dan kemanusiaan. 

Putusan hakim nantinya akan menentukan apakah sistem peradilan kita berpijak pada logika kesehatan atau tetap terjebak dalam paradigma penghukuman. Fariz bukan satu-satunya pecandu yang memerlukan rehabilitasi ia mewakili ribuan lainnya yang tengah berjuang keluar dari lingkaran kecanduan. 

Kini, tinggal menunggu apakah keadilan akan memberikan harapan untuk pulih, atau justru menutup pintu rehabilitasi bagi yang membutuhkan.

Lebih baru Lebih lama

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya
Berita Amanah dan Terpeercaya

نموذج الاتصال