Latar Belakang Kampanye
Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, secara resmi meluncurkan Gerakan Sadar Pencatatan Nikah (Gas Pencatatan Nikah) di acara Car Free Day (CFD) Jakarta.
Inisiatif ini diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) Kementerian Agama, sebagai bentuk kampanye literasi hukum pernikahan kepada masyarakat luas, khususnya generasi muda.
Peluncuran dilakukan di tengah kegiatan publik agar pesan penting ini tersampaikan secara langsung dan inklusif kepada Gen Z. Pemilihan CFD sebagai lokasi strategis mencerminkan pendekatan yang lebih santai, humanis, dan tepat sasaran.
Harapannya, generasi digital-native tersebut lebih mudah memahami dan menerima pentingnya legalitas pernikahan.
Target dan Tujuan Gas Pencatatan Nikah
Hukum dan Perlindungan Keluarga
Menag menekankan bahwa pencatatan pernikahan bukan sekadar formalitas administratif, tetapi merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap pasangan suami istri dan anak-anak mereka. Tanpa adanya pencatatan resmi, banyak hak hukum yang terabaikan, seperti akta kelahiran anak, hak waris, dan perlindungan hukum dalam sengketa rumah tangga.
Legalitas ini juga menjadi dasar identitas keluarga dalam sistem sosial dan negara. Pencatatan nikah merupakan bagian dari komitmen negara dalam menjaga martabat dan hak-hak warga negara. Oleh karena itu, pencatatan nikah harus menjadi prioritas dalam membangun keluarga yang kokoh.
Penekanan pada Generasi Z
Dalam pidatonya, Menag menyampaikan bahwa generasi muda, khususnya Gen Z, harus memahami konsekuensi dari tidak mencatatkan pernikahan secara resmi. Gaya hidup modern dan kecenderungan untuk bebas dari struktur formal kadang membawa generasi ini mengabaikan aspek hukum pernikahan.
“Jangan sampai kita terbawa arus budaya luar yang abai terhadap pernikahan,” ujar Menag dengan tegas. Ia menambahkan bahwa membangun rumah tangga yang sah secara agama dan negara adalah bagian dari nilai luhur bangsa.
Menjaga keseimbangan antara nilai kebebasan dan tanggung jawab sosial merupakan tantangan besar bagi generasi saat ini.
Menjaga Identitas Budaya
Pencatatan pernikahan juga mencerminkan upaya menjaga jatidiri budaya bangsa. Menurut Menag, Indonesia sebagai negara dengan akar tradisi dan agama yang kuat, harus menjadikan pernikahan sah sebagai bagian dari peradaban.
Pernikahan tanpa pencatatan bukan hanya melemahkan posisi hukum keluarga, tetapi juga mereduksi makna luhur pernikahan. Generasi muda diharapkan tidak hanya cerdas secara digital, tetapi juga memiliki kecerdasan sosial dan budaya.
Mewujudkan keluarga yang tercatat dan terlindungi berarti turut serta membangun masyarakat yang beradab dan tertib hukum.
Program Pendukung: Nikah Massal Gratis
Solusi Biaya Pernikahan
Salah satu kendala utama dalam pencatatan nikah adalah keterbatasan biaya. Untuk itu, Kementerian Agama meluncurkan program nikah massal gratis sebagai solusi konkret bagi pasangan yang kurang mampu.
Program ini mencakup seluruh kebutuhan pernikahan, mulai dari bimbingan pranikah, busana, hingga pencatatan resmi di Kantor Urusan Agama. Dengan menghilangkan hambatan finansial, program ini mendorong lebih banyak pasangan untuk menikah secara sah dan tercatat.
Pemerintah ingin memastikan bahwa tidak ada alasan ekonomi yang menghalangi hak warga untuk menikah secara legal.
Capaian dan Target Jumlah Pasangan
Hingga saat ini, lebih dari 100 pasangan telah mengikuti program nikah massal gratis yang diselenggarakan Kemenag. Program ini mendapat respon positif dari masyarakat, khususnya dari kalangan prasejahtera.
Ke depannya, Kementerian Agama menargetkan bisa membantu 1.000 pasangan melalui kegiatan serupa di berbagai daerah. Langkah ini dianggap sebagai bagian dari pelayanan publik berbasis keadilan sosial. Dengan pendekatan ini, negara hadir secara nyata dalam mengatasi persoalan mendasar masyarakat.
Integrasi dengan Peaceful Muharram
Kegiatan Gas Pencatatan Nikah merupakan bagian dari rangkaian acara Peaceful Muharram 1447 H yang diselenggarakan sejak 22 Juni hingga 16 Juli 2025. Tema besar ini mencakup kegiatan spiritual, edukatif, dan sosial seperti Sakinah Fun Walk, pengajian budaya, seminar ekoteologi, serta kampanye toleransi antarumat beragama.
Rangkaian kegiatan tersebut menegaskan bahwa spiritualitas dan kesadaran hukum bisa berjalan beriringan. Tujuannya adalah untuk membentuk masyarakat yang tidak hanya religius, tetapi juga sadar hukum dan berperadaban.
Keterlibatan langsung masyarakat dalam kegiatan seperti ini juga mempererat hubungan antara pemerintah dan warga.
Rekomendasi Praktis untuk Para Stakeholder
-
Kementerian Agama dan KUA: Intensifkan kampanye pencatatan nikah di media sosial, sekolah, dan komunitas lokal.
-
Orang Tua dan Pemuda: Jadikan pencatatan nikah sebagai prioritas dalam merencanakan pernikahan.
-
Lembaga Sosial dan Ormas: Berperan aktif mendampingi pasangan muda agar memperoleh akses ke layanan pernikahan sah.
-
Tokoh Agama dan Masyarakat: Sampaikan pesan pentingnya nikah sah dalam khutbah dan ceramah keagamaan.
-
Pemerintah Daerah: Fasilitasi pelaksanaan nikah massal gratis di tingkat kabupaten dan kota.

