Baru Bebas, Nurhadi Langsung Diciduk Lagi oleh KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali meringkus mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman, pada Minggu dini hari, 29 Juni 2025. Penangkapan ini terjadi hanya beberapa hari setelah ia menyelesaikan masa hukumannya atas kasus suap dan gratifikasi.
Nurhadi langsung ditahan di Lapas Sukamiskin dengan dugaan baru: tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berkaitan dengan jabatannya di MA.
Operasi dilakukan saat dini hari. Kurang dari 24 jam kemudian, Nurhadi resmi kembali masuk tahanan. Bukti awal yang diperoleh KPK menjadi dasar kuat penahanan dan menandai babak baru pengusutan praktik korupsi di lembaga yudikatif.
Asal-Muasal Dugaan TPPU
Sebelumnya, Nurhadi telah divonis bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi yang terjadi saat ia masih menjabat. Ia dan menantunya, Rezky Herbiyono, menerima hukuman enam tahun penjara dan denda setengah miliar rupiah. Nilai suap dan gratifikasi dalam kasus lama diperkirakan mencapai lebih dari Rp 80 miliar.
Kini, KPK mendalami temuan baru berupa aliran dana mencurigakan. Dugaan kuat mengarah pada praktik pencucian uang yang dilakukan untuk menyamarkan hasil dari tindak pidana sebelumnya. Kasus TPPU ini menjadi pengembangan resmi dari penyidikan sebelumnya yang belum sepenuhnya dibongkar.
Perlindungan HAM atau Manipulasi Hukum?
Pihak kuasa hukum Nurhadi menyebut langkah KPK sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Mereka memprotes keras karena klien mereka belum sempat menikmati kebebasannya. Selain itu, mereka juga menyatakan bahwa kasus TPPU ini seharusnya diproses bersamaan dengan kasus suap sebelumnya, bukan dipisahkan.
Mereka menuding ada upaya pemecahan perkara agar memperpanjang proses hukum dan mempersulit posisi hukum Nurhadi. Mereka mendesak agar proses hukum dilakukan secara transparan dan menghormati prinsip keadilan.
Tindakan KPK dalam Penegakan Anti-Korupsi
KPK menegaskan bahwa langkah mereka sudah sesuai prosedur hukum. Menurut mereka, penyelidikan pencucian uang adalah hasil dari pengembangan bukti yang ditemukan sebelumnya. Aliran dana tak wajar, kepemilikan aset tak tercatat, dan pola transaksi mencurigakan menjadi indikator kuat dugaan TPPU.
Penahanan dilakukan sebagai tindakan preventif agar tersangka tidak menghilangkan bukti atau memengaruhi saksi. KPK juga memastikan proses hukum ini akan berjalan cepat dan transparan sesuai hukum yang berlaku.
Dampak Penangkapan Terhadap Reputasi MA
Penangkapan ini kembali membuka pertanyaan publik soal integritas Mahkamah Agung. Fakta bahwa seorang pejabat setingkat sekretaris dapat terlibat suap dan pencucian uang dalam skala besar menunjukkan bahwa pengawasan internal belum berjalan efektif.
Masyarakat pun mulai mendesak reformasi struktural di MA, termasuk audit menyeluruh atas kekayaan pejabat tinggi. Penegakan hukum yang menyentuh pucuk kekuasaan dinilai sebagai momentum penting dalam memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Tantangan Proses Hukum Selanjutnya
Setelah penahanan, KPK memiliki batas waktu 20 hari untuk menyelesaikan pemberkasan dan menyusun dakwaan. Proses penyidikan akan fokus pada aset, rekening, dan transaksi yang diduga digunakan sebagai sarana pencucian uang. Jika dakwaan terbukti di pengadilan, Nurhadi akan menghadapi hukuman tambahan yang tidak ringan.
Belum jelas apakah persidangan akan digabungkan dengan kasus sebelumnya atau ditangani sebagai perkara terpisah. Namun satu hal yang pasti: proses hukum ini akan kembali menjadi sorotan nasional dan ujian besar bagi komitmen negara dalam memberantas korupsi.
Mengapa Kasus Nurhadi Penting untuk Publik?
Kasus Nurhadi bukan sekadar perkara pribadi, tapi cermin rapuhnya transparansi di lembaga peradilan. Sebagai eks pejabat tinggi MA, proses hukumnya menjadi ujian nyata bagi integritas institusi hukum.
Penangkapan ulang ini juga menegaskan bahwa KPK masih mampu bertaring. Publik diingatkan kembali bahwa gratifikasi dan pencucian uang adalah kejahatan serius. Kejelasan hukum harus jadi komitmen, bukan sekadar slogan.

