Latar Belakang dan Analisis Tektonik
Sulawesi Utara kembali menunjukkan aktivitas gempa yang intens pada Sabtu pagi, 28 Juni 2025. Dua guncangan utama dengan magnitudo 6,3 dan 6,4 tercatat dalam rentang waktu berdekatan.
Sebagai pakar seismologi, saya menegaskan bahwa peristiwa ini merefleksikan dinamika aktif tektonik di wilayah Laut Sulawesi.
Zona ini merupakan pertemuan lempeng mikro yang kompleks. Aktivitas tektonik di kawasan tersebut sudah lama dikenal sebagai salah satu sumber gempa bumi berkekuatan tinggi di Indonesia bagian timur.
Data menunjukkan bahwa dalam satu dekade terakhir, intensitas gempa dangkal dan menengah mengalami peningkatan signifikan.
Kronologi Guncangan Utama dan Turunannya
Gempa Utama Magnitudo 6,3 dan 6,4
Guncangan pertama terjadi pukul 06.07 WIB, dengan kekuatan magnitudo 6,3. Pusat gempa terletak di koordinat 5,25° LU dan 126,24° BT, sekitar 147 kilometer barat laut Melonguane, dengan kedalaman 77 kilometer.
Tak lama berselang, gempa kedua terjadi dengan magnitudo 6,4, di lokasi yang sangat berdekatan, sekitar 108 kilometer barat laut Pulau Karatung. Kedalaman gempa juga tercatat 77 kilometer. Kedua gempa ini berasal dari sumber yang sama zona subduksi antara Lempeng Laut Filipina dan Lempeng Eurasia.
Sesar Setelah (Aftershocks): 5,5 M, 3,0 M, dan 4,2 M
Setelah gempa utama, terjadi serangkaian guncangan susulan. Magnitudo 5,5 tercatat mengguncang wilayah yang sama pada kedalaman 47 kilometer. Meskipun lebih kecil, getarannya dirasakan luas.
Selanjutnya, gempa magnitudo 3,0 terdeteksi di wilayah Tutuyan dengan kedalaman 10 kilometer. Karena dangkal, getarannya lebih terasa di permukaan meski cakupannya terbatas. Guncangan lainnya berkekuatan 4,2 M terjadi sekitar pukul 08.00 WIB dengan kedalaman 89 kilometer di Melonguane.
Implikasi Selimut Tektonik dan Risiko Regional
Zona Tumbukan Lempeng Sulawesi dan Potensi Guncangan Lanjutan
Wilayah Sulawesi Utara berada dalam jalur aktif tektonik yang terus mengalami akumulasi energi. Zona ini kerap melepaskan energi dalam bentuk gempa berkekuatan besar. Secara historis, kawasan ini mencatatkan beberapa gempa signifikan yang merusak.
Tren global juga menunjukkan peningkatan kejadian gempa megathrust sejak awal 2000-an. Ini menunjukkan bahwa pergerakan lempeng semakin aktif dan kemungkinan terjadinya gempa besar di masa mendatang tetap tinggi.
Kedalaman dan Risiko Tsunami
Gempa yang terjadi hari ini berada pada kedalaman menengah (47–89 km). Jenis gempa ini cenderung tidak memicu tsunami karena tidak terjadi cukup dekat dengan dasar laut dan tidak menyebabkan deformasi dasar laut secara drastis. Meski demikian, masyarakat pesisir tetap perlu waspada terhadap guncangan kuat dan segera mengevakuasi diri sesuai prosedur darurat.
Tangkapan Pakar: Apa yang Perlu Dilakukan?
Penguatan Struktur dan Persiapan Darurat
Pemerintah daerah perlu mempercepat penguatan struktur bangunan, khususnya sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya. Jalur evakuasi dan titik kumpul juga harus ditata dengan jelas dan disosialisasikan ke masyarakat secara berkala.
Sistem Peringatan Dini dan Sosialisasi
BMKG harus terus memperkuat jaringan sensor seismik untuk deteksi dini. Selain itu, informasi gempa harus disampaikan dengan cepat melalui media resmi, termasuk media sosial, agar masyarakat mendapatkan arahan yang tepat dan tidak mudah termakan hoaks.
Monitoring Lanjutan dan Penelitian Tektonik
Pemantauan aktivitas seismik perlu dilakukan secara kontinu. Kerja sama antara BMKG, lembaga riset, dan universitas penting untuk mengembangkan model prediksi gempa yang lebih akurat. Ini menjadi kunci dalam membangun kesiapsiagaan masyarakat.

