Latar Belakang Geopolitik dan Dampaknya pada Pasar Energi
Sejak 13 Juni 2025, konflik berskala besar terjadi antara Israel dan Iran, dengan Amerika Serikat turut terlibat melalui serangan terhadap fasilitas nuklir Iran.
Ketegangan ini langsung memicu lonjakan harga minyak dunia akibat kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan pasokan, khususnya di Selat Hormuz.
Respons Pasar Saat Konflik Memuncak
Harga minyak mentah jenis Brent sempat meroket mendekati US$ 80 per barel. Kenaikan ini mencerminkan kecemasan pasar terhadap kemungkinan terhambatnya jalur suplai utama dunia.
Selat Hormuz merupakan rute transit sekitar 18–19 juta barel minyak per hari, dan penutupan wilayah ini oleh Iran akan berdampak besar terhadap pasokan global. Lonjakan tersebut turut menciptakan premi geopolitik yang tinggi terhadap minyak mentah.
Titik Balik Gencatan Senjata
Pengumuman Gencatan Senjata
Pada 24 Juni 2025, Presiden AS Donald Trump mengumumkan tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Iran dan Israel.
Dalam pernyataannya, Iran akan menghentikan serangan terlebih dahulu, diikuti Israel dalam 12 jam, dengan ketentuan bahwa perang benar-benar dianggap berakhir jika dalam 24 jam tidak ada pelanggaran tambahan dari kedua belah pihak.
Reaksi Harga Minyak
Pasar minyak global merespons positif kabar tersebut. Harga minyak mentah Brent dan WTI turun tajam masing-masing sebesar 6,1% dan 6,0% pada perdagangan pagi waktu Indonesia barat.
Harga penutupan WTI berada di kisaran US$ 64,37 per barel, sementara Brent jatuh ke US$ 67,14 menjadi titik terendah sejak awal peningkatan ketegangan dua pekan sebelumnya.
Interpretasi Pasar dan Analisis Pakar
Lenhnya Risiko Geopolitik
Menurut Tamas Varga, Analis Senior di PVM Oil Associates, premi risiko geopolitik yang terbentuk sejak serangan pertama Israel kini benar-benar menghilang.
Pasar melihat meredanya konflik ini sebagai angin segar, dengan asumsi bahwa tidak akan ada gangguan besar terhadap distribusi minyak dari kawasan Timur Tengah.
Analisis serupa juga diungkapkan oleh lembaga riset Rystad Energy dan Deutsche Bank, yang menyoroti pendekatan terukur Iran yang tidak menutup Selat Hormuz, sebagai indikator positif bagi stabilitas pasokan.
Tekanan dari Sisi Permintaan dan Stok
Di luar faktor geopolitik, beberapa elemen lain juga mendorong penurunan harga minyak. Data ekonomi Amerika Serikat menunjukkan bahwa indeks kepercayaan konsumen mengalami penurunan, mengisyaratkan potensi perlambatan dalam permintaan energi domestik.
Selain itu, cadangan minyak mentah AS dilaporkan menurun selama lima minggu berturut-turut, yang bisa menjadi sinyal pelemahan aktivitas impor maupun konsumsi.
Di sisi lain, negara-negara penghasil minyak seperti Kazakhstan serta proyek-proyek eksplorasi ExxonMobil di Guyana meningkatkan output mereka, memperbesar tekanan terhadap harga global.
Peluang dan Tantangan Ke Depan
Saat ini pasar masih menunggu kepastian dua faktor utama. Pertama adalah keberlanjutan dari kesepakatan gencatan senjata. Jika salah satu pihak melanggar perjanjian, pasar bisa kembali menghadapi lonjakan harga yang signifikan.
Meski sudah ada laporan pelanggaran kecil pasca pengumuman, investor tetap menilai perdamaian masih memungkinkan dipertahankan.
Faktor kedua adalah negosiasi nuklir antara Iran dan Amerika Serikat. Jika berhasil, maka sanksi terhadap ekspor minyak Iran dapat dilonggarkan, menambah volume pasokan global dan semakin menekan harga. Namun jika negosiasi gagal, ketegangan bisa kembali meningkat dalam jangka menengah.

