Pendekatan Sistemik dalam Tata Kelola MBG
Badan Gizi Nasional (BGN) menghadapi tantangan serius dalam menjaga akuntabilitas Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kepala BGN, Dadan Hindayana, menegaskan bahwa langkah prioritas ialah menguatkan pengawasan internal melalui dua lini utama: Inspektorat Utama dan Kedeputian Pemantauan dan Pengawasan.
Inspektorat bertugas audit internal dan evaluasi, sedangkan Kedeputian menerapkan pengawasan teknis lapangan dan memastikan standar operasional di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terpatuhi secara berkala.
Inspektorat Utama: Audit dan Evaluasi
Inspektorat Utama memegang peran sentral dalam inspeksi internal program. Dengan fungsi audit berkelanjutan, unit ini memeriksa semua aktivitas administratif, laporan pengeluaran, dan pencapaian operasional.
Ini adalah upaya preventif untuk mendeteksi risiko penyimpangan, termasuk keterlambatan pengajuan dan ketidaksesuaian pelaporan.
Kedeputian Pemantauan: Kepatuhan Teknis di Lapangan
Kedeputian Pemantauan dan Pengawasan menjalankan inspeksi lapangan secara rutin. Fokus utamanya pada monitoring ketat atas standar konsumsi, kelengkapan laporan SPPG, dan waktu distribusi makanan. Unit ini memastikan layanan MBG menyasar tepat jumlah porsi yang dijanjikan tanpa celah manipulasi.
Mekanisme Pendanaan: Virtual Account dan Pembayaran Awal
Transparansi dan akuntabilitas anggaran MBG dijamin lewat dua mekanisme: pembayaran di muka dan penggunaan virtual account.
Pembayaran Dulu, Program Berjalan
Dadan menegaskan bahwa setiap SPPG hanya bisa beroperasi setelah dana MBG ditransfer seluruhnya ke rekening virtual mereka.
Ketentuan ini diterapkan untuk menutup celah tunggakan dan menjamin kelancaran operasional tanpa gangguan administratif.
Rekening Virtual: Pantau Real-Time
Seluruh aliran dana difasilitasi melalui akun virtual, yang memberikan visibilitas real-time terhadap transaksi. Sistem ini memungkinkan BGN memantau pengeluaran per SPPG secara langsung, mendeteksi ketidakwajaran harga bahan baku maupun praktik mark-up yang potensial.
Pencegahan Korupsi: Dari Mark-up hingga Calo Yayasan
Dalam implementasi lapangan, muncul sejumlah praktik tidak sehat mulai dari mitra yang memark-up harga hingga masuknya calo yayasan.
Penanganan Mitra yang Menandai
BGN menanggapi kasus markup harga bahan baku dengan meniadakan sistem reimburse dan memperkuat skema pembayaran langsung via virtual account. Menurut Dadan, hal ini menghilangkan insentif mitra untuk menambah margin sendiri.
Di sela itu, setiap transaksi pembelian harus melampirkan referensi harga pasar. Praktik ini memungkinkan BGN membandingkan sekaligus menindak mark-up yang mencolok segera.
Atasi ‘Calo’ Yayasan
Salah satu celah hukum adalah masuknya perantara atau “calo” yayasan yang menjanjikan akses ke kontrak MBG. Untuk itu, Ombudsman merekomendasikan percepatan verifikasi yayasan melalui Kementerian Hukum, demi memastikan hanya yayasan yang memenuhi syarat resmi yang bisa bergabung.
Struktur Desentralisasi: Dana Langsung ke Dapur
Melalui sistem desentralisasi, BGN berupaya agar pengelolaan dana dilakukan langsung oleh dapur MBG, bukan di tingkat pusat.
Deputi Sistem Tata Kelola, Tigor Pangaribuan, memaparkan bahwa sekitar 80% dari keseluruhan anggaran MBG sekitar Rp60 triliun langsung dikucurkan ke SPPG. Tujuannya: memperkecil campur tangan pejabat pusat dalam pengaturan dana.
Kombinasi Kultur Integritas & Sistem Teknologi
BGN tidak hanya memasang sistem pintar, tapi juga membangun kultur integritas di lapangan. Setiap Kepala SPPG dan perwakilan yayasan bertindak sebagai verifikator, menandatangani bukti pembelian dan data penerimaan.
Sistem ini diawasi langsung oleh tim audit internal guna memastikan tata nilai negara tetap diutamakan.

