Prabowo Kutuk “Vampir Ekonomi”: Tekankan Tindakan Tegas untuk Atasi Kapitalisme Liar

Prabowo Kutuk “Vampir Ekonomi”

 

Konteks Politik dan Pernyataan Terbaru

Presiden Prabowo Subianto dalam pidato resmi menegaskan kekesalannya terhadap praktik ekonomi predator yang dilakukan oleh segelintir pelaku usaha. Ia menyebut mereka sebagai “vampir ekonomi” karena hanya memikirkan keuntungan pribadi, tanpa mempedulikan kesejahteraan rakyat. 

Pernyataan ini disampaikan saat peresmian program strategis ketahanan pangan nasional yang dihadiri berbagai pejabat tinggi. Prabowo secara gamblang meminta aparat penegak hukum seperti Jaksa Agung dan Kapolri untuk turun tangan. 

Ia menuntut penindakan tegas terhadap para pengusaha serakah yang menimbulkan distorsi harga dan membuat rakyat menderita. Istilah "serakahnomics" yang dilontarkannya menjadi simbol kritik terhadap sistem ekonomi yang terlalu liberal dan tidak berpihak pada masyarakat kecil.

Ia muncul di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang tertekan oleh fluktuasi harga pangan, ketimpangan distribusi, dan lemahnya perlindungan terhadap konsumen dari praktik monopoli terselubung.

Definisi dan Realitas Vampir Ekonomi

Vampir ekonomi merujuk pada pengusaha yang mengambil keuntungan berlebihan, bahkan di sektor kebutuhan dasar seperti pangan, energi, dan obat-obatan. Mereka seringkali menggunakan kekuatan modal dan jaringan distribusi untuk mengendalikan harga di pasar. 

Alih-alih menciptakan nilai, mereka justru menghambat kompetisi dan memperlemah daya beli masyarakat. Berbeda dengan bisnis yang sehat dan produktif, vampir ekonomi tidak menciptakan inovasi, melainkan memperkuat ketergantungan. 

Mereka mengakumulasi profit tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap inflasi, kemiskinan, dan kestabilan sosial. Situasi ini menimbulkan keresahan di tingkat akar rumput karena rakyat tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar dengan harga wajar.

Praktik seperti ini sangat berbahaya karena merusak ekosistem ekonomi nasional. Ketika pengusaha hanya mengejar margin tinggi, maka kepercayaan terhadap sistem pasar akan runtuh. Inilah yang ditekankan Prabowo: pentingnya mengembalikan moralitas dalam dunia usaha.

Arah Kebijakan Pemerintah

Pemerintah melalui Prabowo memberi sinyal kuat bahwa era pembiaran telah berakhir. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap pelaku ekonomi predator. Ini berarti Kementerian Perdagangan, KPPU, dan aparat penegak hukum harus bergerak bersama melakukan penyelidikan, audit harga, dan menjatuhkan sanksi.

Salah satu langkah yang disoroti adalah penerapan harga acuan nasional untuk komoditas pokok. Dengan begitu, ruang manuver pengusaha dalam memainkan harga dapat dibatasi. Pemerintah juga mulai membahas regulasi yang mewajibkan transparansi harga dan margin keuntungan untuk sektor-sektor vital.

Penguatan koperasi dan UMKM menjadi prioritas. Prabowo meyakini bahwa jika distribusi dilakukan oleh badan usaha kecil yang tersebar, maka ketergantungan pada kartel besar akan menurun. Pemerintah mendorong pola kemitraan antara produsen, distributor, dan konsumen untuk memastikan harga yang adil.

Pelajaran dari Negara Lain

Negara-negara seperti Meksiko, Argentina, dan Thailand pernah menghadapi situasi serupa. Mereka berhasil menekan praktik kartel dengan menerapkan price ceiling, memperkuat lembaga anti-monopoli, dan memberlakukan transparansi biaya produksi.Langkah ini terbukti menurunkan tekanan inflasi dan mengembalikan keseimbangan pasar.

Indonesia dapat meniru pendekatan tersebut, terutama dalam sektor pangan dan energi. Namun, implementasi harus disesuaikan dengan karakteristik lokal dan struktur pasar domestik. Tanpa dukungan kelembagaan yang kuat, kebijakan hanya akan menjadi slogan politik.

Yang terpenting adalah membangun kolaborasi lintas sektor. Keterlibatan akademisi, asosiasi konsumen, media, dan pengusaha etis akan menjadi penyeimbang dalam mewujudkan reformasi sistem ekonomi nasional.

Tantangan Implementasi di Indonesia

Pelaksanaan kebijakan bukan tanpa tantangan. Lobi politik dan kekuatan modal dari pelaku usaha besar sering menjadi penghambat. Intervensi hukum dapat terganggu jika aparat tidak netral atau berani melawan kekuasaan ekonomi yang sudah mengakar.

Selain itu, koordinasi antar lembaga masih menjadi PR besar. Integrasi data harga, distribusi barang, dan pelaporan margin belum berjalan optimal. Dibutuhkan sistem digital yang memungkinkan pengawasan harga secara real time dan partisipatif.

Budaya bisnis pun perlu diubah. Dari yang semula mengejar keuntungan jangka pendek, harus bergeser ke arah keberlanjutan dan inklusivitas. Pendidikan etika bisnis dan regulasi tanggung jawab sosial perlu ditegakkan sebagai standar baru di dunia usaha Indonesia.

Lebih baru Lebih lama

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya
Berita Amanah dan Terpeercaya

نموذج الاتصال