Guru Ngaji di Tebet Ditangkap Polisi karena Diduga Cabuli Sepuluh Santri di Bawah Umur
Kasus pencabulan yang melibatkan seorang guru ngaji di Tebet, Jakarta Selatan, mengejutkan masyarakat luas. Pria berinisial AF ini ditangkap polisi setelah diduga melecehkan sepuluh anak santri. Modusnya berpura-pura memberikan pelajaran tambahan tentang hadas laki-laki dan perempuan.
Pihak kepolisian dari Polres Metro Jakarta Selatan langsung menangkap pelaku setelah dua santri melapor. Seluruh korban diketahui masih anak-anak dan mengikuti pengajian di rumah AF secara rutin. Polisi menyatakan penyelidikan masih berlangsung dan menduga jumlah korban bisa bertambah.
Kasus ini mengundang perhatian publik, terutama para orang tua di wilayah Jakarta Selatan. Kepolisian menghimbau warga untuk segera melapor jika anak mengalami hal serupa. Hotline pengaduan korban kekerasan anak dapat dihubungi di nomor 0813-8519-5468 setiap saat.
Korban Diancam dan Diberi Uang, Pelaku Memanfaatkan Rasa Takut Santri Kecil
Menurut keterangan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, pelaku tidak hanya melakukan bujuk rayu. AF juga melakukan intimidasi terhadap korban setelah menjanjikan sejumlah uang sebagai bentuk imbalan. Uang diberikan dalam jumlah kecil berkisar antara Rp 10 ribu sampai Rp 25 ribu.
Dua korban yang melaporkan kasus ini masing-masing berinisial CNS berusia sepuluh tahun dan SM berusia dua belas tahun. Mereka mengaku mengalami pelecehan setelah santri lain pulang dari tempat mengaji tersebut. Kejadian berlangsung di ruang tamu rumah pelaku, saat situasi sepi.
Ardian Satrio Utomo selaku Kasat Reskrim menegaskan bahwa ini merupakan bentuk kejahatan seksual terhadap anak. Polisi mengupayakan pendampingan psikologis untuk korban dan membuka kemungkinan adanya laporan tambahan. Proses hukum terhadap pelaku terus berjalan secara intensif.
Penyelidikan Terus Berlanjut, Polisi Buka Layanan Laporan bagi Para Korban Lain
Kasus ini membuka luka sosial baru yang terjadi di lingkungan pendidikan keagamaan masyarakat. Pelaku memanfaatkan statusnya sebagai guru ngaji untuk mendapatkan kepercayaan dari anak-anak. Tindakan manipulatif ini sangat merugikan perkembangan mental dan emosional para korban.
Kepolisian meminta kerja sama dari masyarakat untuk berani mengungkap kasus serupa. Para orang tua diminta lebih aktif mengawasi aktivitas anak selama kegiatan belajar agama di lingkungan rumah. Polisi membuka jalur laporan melalui hotline untuk mempercepat proses investigasi.
Kasus ini diharapkan menjadi peringatan agar sistem perlindungan anak lebih ditingkatkan oleh berbagai pihak. Kementerian terkait diminta segera menyusun langkah pencegahan dan pengawasan terhadap lembaga informal. Proses hukum terhadap AF akan menjadi contoh penegakan hukum tanpa kompromi.

