Harga minyak mentah dunia sempat menyentuh titik terendah dalam sepekan terakhir perdagangan global. Koreksi ini mencapai dua persen akibat tekanan ekonomi dan ekspektasi penurunan permintaan energi global. Pasar menghadapi ketidakpastian tinggi karena geopolitik memanas dan fluktuasi nilai tukar dolar AS.
Penurunan ini dipicu aktivitas industri melemah di negara konsumen energi utama seperti Tiongkok dan Eropa. Data manufaktur terbaru menunjukkan kontraksi signifikan dibandingkan proyeksi pertumbuhan awal kuartal sebelumnya. Sementara itu, kebijakan suku bunga Amerika Serikat masih jadi momok ketidakpastian pasar energi.
Selain itu, stok minyak mentah AS naik melebihi ekspektasi berdasarkan laporan mingguan dari EIA. Cadangan tinggi memicu kekhawatiran pasokan berlebih yang dapat menekan harga dalam jangka pendek. Respon pasar cukup agresif, investor langsung melepas kontrak berjangka untuk menekan potensi kerugian.
Pemulihan Harga Terlihat Setelah Sentimen Pasar Mengalami Pergeseran Positif
Setelah tekanan sempat memuncak, harga minyak perlahan mulai mengalami pemulihan pada perdagangan sore kemarin. Hal ini dipicu pernyataan OPEC mengenai kemungkinan pemangkasan produksi tambahan dalam waktu dekat. Langkah tersebut dinilai strategis untuk menjaga stabilitas pasar dan membendung kejatuhan harga lebih lanjut.
Faktor lain yang memperkuat pemulihan harga adalah pelemahan indeks dolar Amerika Serikat baru-baru ini. Minyak jadi lebih terjangkau bagi pembeli non-dolar, meningkatkan permintaan di beberapa pasar Asia. Investor menganggap momentum ini sebagai peluang mengatur ulang posisi setelah gejolak harga kemarin.
Harga minyak Brent naik ke level 88 dolar per barel setelah sebelumnya menyentuh 86 dolar. Sementara minyak WTI Amerika Serikat juga naik menuju level psikologis 83 dolar per barel. Kenaikan ini menunjukkan adanya sentimen teknikal positif yang bisa mendorong penguatan lanjutan.
Faktor Geopolitik dan Cuaca Jadi Penentu Pergerakan Selanjutnya di Pasar Minyak Dunia
Kondisi geopolitik di kawasan Timur Tengah kembali menjadi faktor penting dalam pergerakan harga minyak dunia. Ketegangan antara Israel dan Iran memicu kekhawatiran akan gangguan suplai dari wilayah penghasil utama. Pasar merespons situasi ini dengan kehati-hatian tinggi untuk mengantisipasi eskalasi lebih lanjut.
Selain geopolitik, cuaca ekstrem juga mulai diperhitungkan sebagai variabel baru dalam proyeksi pasokan. Badai tropis di Teluk Meksiko berpotensi mengganggu aktivitas pengeboran dan pengiriman minyak mentah. Kondisi ini membuat pelaku pasar semakin waspada terhadap potensi gangguan produksi mendadak.
Badan Energi Internasional menyerukan koordinasi global demi menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan. Kolaborasi antarnegara penghasil dan konsumen dinilai krusial dalam menghadapi gejolak pasar mendatang. Diversifikasi pasokan serta strategi cadangan kini jadi fokus utama dalam menghadapi volatilitas jangka panjang.

