Mbappé Terbungkam saat Hadapi Mantan di Semifinal Klub Dunia

 

Mbappé Terbungkam saat Hadapi Mantan di Semifinal Klub Dunia

Kerangka Taktik PSG Mengunci Mbappé

Strategi Penjagaan Ketat

Di posisi sayap kiri, Mbappé semestinya menjadi pemecah kebuntuan dengan kecepatannya dan kemampuan menggiring. Namun, bek PSG berhasil membaca pergerakannya sedari awal. 

Pressing intensif membuat Mbappé hanya mampu melepas tiga dribel, dengan satu sukses beban minim untuk memecah pertahanan. Statistik menunjukkan ia gagal memberikan ancaman berarti dalam 45 menit pertama. Dominasi fisik dan penempatan posisi PSG jelas membuatnya kehilangan arah.

Minimasi Sentuhan dan Ruang Bermain

Data menunjukkan Mbappé hanya menyentuh bola sebanyak 27 kali sepanjang pertandingan. Modal kecil ini jelas tidak mendukung daya kreativitasnya di lini depan. Pressing agresif PSG membuat mantan pencetak gol PSG ini sulit memperoleh ruang manuver. 

Ia melepaskan empat tembakan dengan hanya satu yang tepat sasaran, tanpa efek berarti. Ini menunjukkan tak ada solusi dari Madrid untuk membebaskan Mbappé dari tekanan.

Evaluasi Performa Mbappé

Input di Garis Depan

Sebagai ujung tombak utama, ekspektasi terhadap Mbappé adalah dominasi kotak penalti musuh. Namun, dengan hanya sekali dribel sukses, sekali tembakan yang mudah diamankan Donnarumma, dan total empat usaha dari zona tiga perempat, jelas kontras dengan levelnya. 

Koordinasi antar lini tidak berjalan, sehingga perannya makin terisolasi. Ia tampak seperti pemain yang bermain di sistem yang tak paham kelebihannya. Kontribusinya jauh dari cukup untuk mengubah jalannya laga.

Faktor Kebugaran

Sebelum pertandingan, Mbappé baru pulih dari gastroenteritis. Kondisi ini bukan faktor sepele kebugaran dan ketahanan stamina sangat terpengaruh setelah gangguan pencernaan. Paket kombinasi stamina menurun dan persiapan tidak optimal bisa menjelaskan mobilitasnya yang rendah. 

Ia tampak lamban, sering kalah sprint, dan kehilangan momentum. Ketidakseimbangan fisik menjadi alasan logis untuk performa di bawah standar.

Kegagalan Real Madrid Secara Menyeluruh

Kesalahan di Awal Laga

Madrid melakukan sejumlah blunder di menit awal, membuka jalan bagi tiga gol cepat PSG dalam 25 menit pertama. Dua gol lewat Fabian Ruiz dan satu dari Dembélé menampar mental Los Blancos. Pressing balik agresif PSG memberi Madrid tekanan berulang, tanpa respons signifikan. 

Carlo Ancelotti tidak memberi solusi taktis yang cukup untuk mengubah dinamika permainan. Ini jadi kekalahan telak secara struktural, bukan sekadar teknis.

Permainan Transisi yang Jauh dari Standar

Setelah kebobolan cepat, Madrid tampak kebingungan dalam mengatur tempo dan organisasi permainan. Mereka gagal mengendalikan transisi cepat dan kehilangan kontrol atas lini tengah.

Sementara PSG masih tampil sangat sistematis dan terstruktur, Madrid justru terpecah dalam bertahan maupun menyerang. Akibatnya, tak ada satu pun inisiatif ofensif yang berujung peluang matang. Hasilnya, Madrid tersingkir dan memastikan nihil gelar mayor musim ini.

Dampak Akibat Kekalahan

Musim Tanpa Trofi

Kekalahan ini menegaskan bahwa Real Madrid menutup musim 2024/25 tanpa trofi besar. Mereka tersingkir di LaLiga, Liga Champions, Copa del Rey, dan kini Piala Dunia Antarklub. 

Hal ini menimbulkan pertanyaan soal efektivitas regenerasi skuad dan visi jangka panjang klub. Krisis ini tak bisa disembunyikan oleh nama besar mereka. Kini, evaluasi menyeluruh dibutuhkan dari semua lini.

Kepercayaan Diri PSG Meningkat

Sementara itu, PSG berada di puncak moral dan kepercayaan diri. Kini empat trofi telah di kantong Ligue 1, Coupe de France, Trophee des Champions, dan Liga Champions. Piala Dunia Antarklub bisa menjadi gelar kelima, yang mencerminkan dominasi total klub dalam satu musim. 

Luis Enrique sukses membentuk tim yang solid secara teknis dan mental. PSG kini bukan hanya juara Eropa, tetapi juga pesaing utama di pentas global.

Lebih baru Lebih lama

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya
Berita Amanah dan Terpeercaya

نموذج الاتصال