Kejagung Periksa Nicke Widyawati di Kasus Tata Kelola Minyak Mentah

 

Kejagung Periksa Nicke Widyawati

Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi memeriksa Nicke Widyawati sebagai tersangka kasus dugaan maladministrasi minyak mentah. Pemeriksaan ini dilakukan setelah laporan lengkap BPK mengungkap potensi kerugian negara. Nicke, yang menjabat sebagai Dirut Pertamina, diperiksa selama delapan jam di gedung Kejagung. Investigasi ini menyoroti kebijakan alokasi minyak mentah untuk kilang swasta.

BPK menemukan indikasi penyimpangan dalam tata kelola minyak mentah periode 2018–2023. Laporan itu menyebutkan adanya ketidaksesuaian antara realisasi dan peraturan yang berlaku. Kejagung menduga kebijakan tersebut merugikan negara hingga triliunan rupiah. Nicke membantah semua tuduhan dan menyatakan siap kooperatif. Pihaknya menegaskan bahwa semua kebijakan mengacu pada aturan yang berlaku.

Pemeriksaan Nicke menjadi sorotan publik karena melibatkan BUMN strategis. Kasus ini juga memicu perdebatan tentang transparansi tata kelola energi nasional. Sejumlah pihak mendesak Kejagung mengusut tuntas tanpa intervensi politik. Di sisi lain, pengacara Nicke menyatakan kliennya hanya menjalankan mandat pemerintah. Mereka menilai laporan BPK perlu dikaji ulang sebelum dijadikan dasar hukum.

Kejagung berencana memanggil sejumlah saksi lain untuk melengkapi berkas perkara. Termasuk di antaranya adalah pejabat Kementerian ESDM dan direksi Pertamina periode terkait. Proses hukum ini diprediksi akan berlangsung panjang mengingat kompleksitas kasus. Masyarakat pun menanti perkembangan lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada pihak yang akan ditetapkan sebagai tersangka tambahan.

Dugaan Kerugian Negara dalam Alokasi Minyak Mentah

Laporan BPK mengungkap potensi kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun akibat kebijakan alokasi minyak mentah. Kebijakan ini dianggap menguntungkan kilang swasta dengan harga di bawah pasaran. Kejagung menyatakan telah mengumpulkan bukti kuat untuk mendukung dugaan tersebut. Namun, Pertamina membantah dan menyatakan harga mengikuti mekanisme pasar.

Minyak mentah yang dialokasikan ke kilang swasta disebut tidak melalui proses lelang sesuai ketentuan. Padahal, aturan mengharuskan lelang untuk menjamin prinsip keadilan dan efisiensi. Kejagung menduga ada kolusi dalam proses pengalokasian tersebut. Sementara itu, Pertamina berargumen bahwa kebijakan itu dibuat untuk menjaga stabilitas pasokan bahan bakar.

Para analis energi menyoroti perlunya reformasi tata kelola migas untuk mencegah kerugian negara. Mereka menyarankan adanya pengawasan ketat dari lembaga independen. Di sisi lain, asosiasi produsen swasta membela diri dengan menyatakan kontribusi mereka dalam penyerapan minyak mentah. Kasus ini semakin rumit karena melibatkan multi-stakeholder dengan kepentingan berbeda.

Kejagung berkomitmen menyelesaikan kasus ini secara transparan dan profesional. Mereka menjamin proses hukum berjalan objektif tanpa tekanan dari pihak mana pun. Hasil pemeriksaan Nicke Widyawati akan menjadi kunci dalam menentukan langkah selanjutnya. Masyarakat berharap kasus ini tidak hanya berhenti di tingkat investigasi tetapi sampai ke pengadilan.

 

Lebih baru Lebih lama

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya

ads

Berita Amanah dan Terpeercaya
Berita Amanah dan Terpeercaya

نموذج الاتصال