Respons Cepat Pemerintah terhadap Kerusakan Warisan Budaya
Bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatera Barat kembali menunjukkan kerentanan aset budaya nasional. Dari sudut pandang pelestarian heritage, respons awal yang cepat sangat penting dalam menekan potensi kerusakan lanjutan.
Kementerian Kebudayaan RI segera mengaktifkan mekanisme mitigasi darurat untuk memastikan situs bersejarah dapat terselamatkan. Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, menegaskan bahwa bencana tersebut tidak hanya mengganggu aktivitas masyarakat tetapi juga mengancam integritas cagar budaya.
Ia menyampaikan belasungkawa sekaligus memastikan bahwa seluruh upaya penanganan dilakukan secara terukur dan berbasis data lapangan. Dalam konteks manajemen kebencanaan budaya, langkah ini menjadi fondasi utama pemulihan jangka panjang.
Sebagai bentuk dukungan nyata, kementerian menggalang dana internal sebesar Rp1,5 miliar. Dana ini akan diarahkan untuk membantu penanganan awal, termasuk perlindungan fisik situs dan dukungan terhadap SDM kebudayaan yang terdampak. Penyaluran bantuan dilakukan melalui Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) di tiga provinsi.
Prioritas Pengamanan dan Penilaian Kerusakan Cagar Budaya
Sebagai SME di bidang konservasi budaya, penting untuk menyoroti bahwa tahap awal mitigasi mencakup asesmen kerusakan prioritas. BPK wilayah I, II, dan III telah menerjunkan tim gabungan untuk mengidentifikasi tingkat urgensi konservasi dan kondisi struktural situs.
Pendekatan ini memungkinkan penentuan tindakan penyelamatan secara presisi dan terstandar. Tim di lapangan melakukan pengamanan terhadap artefak bergerak, koleksi museum, dan struktur bersejarah yang rentan.
Mereka juga mendata kebutuhan konservasi mendesak, termasuk stabilisasi material bangunan tradisional. Upaya ini krusial agar kerusakan tidak berkembang menjadi kehilangan permanen.
Hingga asesmen terakhir 4 Desember 2025, tercatat 43 cagar budaya terdampak. Jumlah terbesar berada di Aceh dengan 34 situs, disusul Sumatra Utara dengan 7 situs, serta dua objek budaya di Sumatera Barat. Data ini menjadi basis analisis risiko jangka panjang dalam pemulihan kawasan.
Dampak Kerusakan pada Setiap Wilayah
Di Sumatra Utara, sejumlah ikon sejarah berada dalam kondisi terdampak banjir, termasuk Rumah Tjong A Fie di Medan yang tergenang air. Beberapa masjid bersejarah seperti Al Osmani dan Al Mahsun juga mengalami gangguan di area pelindungan dan makam.
Situasi ini membutuhkan pendekatan konservasi yang mempertimbangkan faktor kelembaban ekstrem pascabencana. Sementara itu, di wilayah Tapanuli Selatan, bangunan tradisional seperti Bagas Godang Sipirok dan Muaratais turut terdampak.
Arsitektur kayu pada bangunan ini memiliki sensitivitas tinggi terhadap paparan air jangka panjang. Hal tersebut menuntut intervensi teknis berbasis desain asli dan material konservasi yang sesuai. Untuk Sumatera Barat, dua objek budaya Rumah Rasuna Said dan jalur kereta bersejarah Sawahlunto Teluk Bayur mengalami kerusakan struktural.
Kondisi jalur rel yang terdampak longsor memerlukan analisis geoteknik sebagai bagian dari restorasi. Semua temuan ini memperkuat urgensi pelindungan berbasis kolaborasi lintas sektor.
Perlindungan SDM Kebudayaan dan Arah Pemulihan
Selain situs budaya, SDM kebudayaan turut terdampak dengan total 72 orang, mayoritas berasal dari Sumatra Utara. Mereka meliputi PNS, PPPK, PPNPN, serta juru pelihara yang bekerja langsung di lapangan.
Dalam konteks pelestarian, keselamatan SDM adalah bagian integral dari perlindungan budaya itu sendiri. Kementerian memberikan dukungan awal bagi pegawai terdampak sekaligus memastikan keberlanjutan operasional pelestarian.
Setiap tenaga pelestarian yang berada di garis depan membutuhkan dukungan psikososial serta fasilitas kerja yang aman. Hal ini menjadi bagian penting dalam kebijakan kebencanaan berbasis SDM. Fadli menegaskan bahwa pemulihan akan dilakukan berdasarkan tingkat keparahan dampak dan prioritas konservasi.
Kementerian juga menjaga koordinasi aktif dengan pemerintah daerah, lembaga teknis, dan jejaring pemangku kepentingan untuk memastikan perlindungan darurat berjalan efektif. Pemantauan berkala terhadap situs dan SDM kebudayaan akan terus dilakukan hingga wilayah stabil sepenuhnya.

